Love Button [Part 2]

Love Button1

Love Button

Storyline by Usami Maki

Remake by cnboicegirl

PG-15

A romantic comedy fanfiction

 

Chapter Two

.

.

.

Soojung’s POV

“Kau baik-baik saja?”

Semua berawal saat upacara penerimaan murid baru. Dialah yang mengantarku ke ruang kesehatan ketika aku terserang demam dan terduduk di lorong sekolah.

“Sayang kau tidak bisa mengikuti upacara.” ujar laki-laki itu. Aku menatapnya dengan kain kompres yang diletakkan di dahiku oleh laki-laki itu. “Istirahatlah di sini.” ujarnya.

Dia dari kelas mana ya? Aduh, kepalaku terasa sangat pusing. Perlahat mataku tertutup namun masih bisa kudengar samar-samar suara laki-laki itu. “Cepat sembuh, yaㅡeh, sudah tidur.”

Dia keren sekali….

Akhirnya aku tidak menghadiri upacara penerimaan murid baru.

Setelah tertunda 3 hari, akhirnya kehidupan SMAku pun dimulai. Aku duduk di kursi dekat jendela. Aku mengitari seluruh kelas dengan pandanganku. Sepertinya dia tidak sekelas denganku.

“Hei, Soojung.” aku menoleh begitu seseorang memanggilku. “Kita bisa menonton DVD di perpustakaan lho. Ke sana, yuk!” ajak Jiyoung, sahabatku sejak SMP. “Wah! Ayo!” kataku semangat.

Aku, Jiyoung, Sohyun dan Suji berlari dengan semangat menuju perpustakaan. “Ini dia tempatnya.” kata Jiyoung lalu membuka pintu.

Lho?” apa yang ada di dalamnya membuat kami bingung.

“Ada apa ini?” tanya seseorang berambut panjang, dia sangat cantik dan terlihat pintar.

“Ini ruangan yang dipakai anak kelas khusus untuk belajar.” katanya angkuh. “Kalian ke sini cuma ingin nonton drama saja kan? Cih!” ejeknya.

Kami semua merasa tersentak dengan ejekannya. “Hahaha! Nonton drama?!”

“Sombong sekali anak-anak kelas khusus itu!!” teriak Jiyoung kesal. “Drama ini kan maha karya juga!” lanjutnya. “Pintar-pintar tapi menyebalkan.” desis Sohyun sambil menggenggam CD drama. “Katanya ruangan lainnya juga dipakai anak-anak kelas khusus!” seru Suji kesal.

“Masa sih?” tanyaku tidak percaya sekaligus kesal. “Curang sekali! Mana bisa mereka memonopoli semua ruangan seperti itu?!” kataku kesal. Iih! Dasar serakah!

“Permisi.” suara itu mengagetkan kami bertiga. Aku menoleh dan terpaku melihat siapa yang ada di belakangku. Ah, dia… orang itu!

“Ah, ketua murid yang baru!” seru Jiyoung setengah berbisik. “Gawat! Dia kan murid kelas khusus!” kata Sohyun.

Eoh?

Uwaah! Bagaimana ini? Aku baru saja mengatakan sesuatu yang buruk!

Laki-laki itu berjalan menuju meja penjaga yang dijaga oleh wanita berusia sekitar 30-an. “Permisi, boleh saya minta ini?” tanya laki-laki itu. “Silakan.”

Ia menoleh pada kami lalu menghampiri kami dan menyodorkan sesuatu yang ia minta tadi. “Silakan.” kami semua bingung mendapati kertas itu.

“Kalau kalian ingin pakai ruang rapat, kalian harus gunakan formulir ini untuk peminjamannya.” jelasnya. “Karena sekolah baru saja dimulai, kurasa banyak yang tidak mengetahui hal ini.” lanjutnya.

Ah… kami memang tidak tahu…

“Teㅡ”

Baru saja aku ingin mengucapkan terima kasih, namun laki-laki itu sudah berjalan pergi dengan senyum yang ia torehkan pada kami.

“Dia ramah ya! Hebat!” kata Sohyun. “Lumayan keren~” puji Suji. “Ternyata di kelas khusus ada juga orang baiknya.” timpal Jiyoung.

Aku hanya diam menatap kepergian laki-laki itu. Padahal kalau bertemu lagi, aku ingin mengucapkan terima kasih untuk pertolongannya waktu itu. Mungkin dia sudah tidak ingat aku lagi.

Tapi aku malah mengatakan hal-hal yang tidak sopan seperti itu.

.

.

.

Aku berjalan memasuki perpustakaan lalu menghampiri meja penjaga. Aku meminta formulir peminjaman dan mengisi dengan cepat. “Ini, bu.” kataku sambil menyerahkan formulir. “Tunggu sebentar. Dicek dulu.” katanya lalu melakukan beberapa hal.

Sembari menunggu, aku mengitari kepalaku memperhatikan setiap sudut perpustakaan.

Saat aku sedang menoleh ke kiri, tanpa sengaja aku menemukan sosok lelaki itu sedang bergulat dengan bukunya.

Ah, ketemu lagi.

Ia menoleh ketika menyadari ada seseorang yang mendekatinya. Aku memperhatikannya sambil mengintip dari balik rak-rak buku.

“Rajin sekali. Apa aku boleh duduk di sebelahmu?” tanya perempuan berambut hitam panjang. Ah! Diakan si sombong itu!

Sudah kuduga, laki-laki itu populer! Anak-anak perempuan itu tidak akan melepaskannya.

Hah.. pasti dia sudah punya pacar.

Entah kenapa, aku merasa kecewa.

Suara kursi digerek membuatku menoleh lagi ke arah laki-laki itu. Laki-laki itu tersenyum, “Silakan.” katanya sambil berdiri dari kursi itu. Ketiga perempuan yang tadi ingin duduk bersamanya, tampak bingung dengan sikap laki-laki itu.

Laki-laki itu pergi menjauh, tapi… lho?! Dia menuju ke sini?! Uwaaa! Bagaimana ini?

Aduuh! Pandangan kami bertemu!

Aku segera berbalik agar ia tidak bisa melihat wajahku yang sudah memerah. Aku diam sambil menunggu laki-laki itu melakukan sesuatu di meja penjaga. “Aku ingin pinjam buku ini.” katanya. “Baik.”

Aduuh.. aku ini apa-apaan sih?

“Tolong tulis namamu di kartu peminjaman ini.” kata-kata ibu penjaga membuat jantungku berpacu lebih cepat.

Na-nama! Aku harus tahu nama dia!

Dengan perlahan aku mendekati meja penjaga sambil menutup sebagian wajahku dengan kertas yang kupegang. Aku mengintip dengan susah payah. Ah, tulisannya kecil sekali.

Aku lebih mendekat… hampir terbaca!

“Jo…ㅡ”

Dengan seketika aku menoleh padanya yang juga menoleh padaku.

Gawat!!! Aku keceplosan!!! Bagaimana ini?!

Ia menatapku dengan pandangan polos. “Cho.” ia bersuara membuatku agak terkejut. “Hah?” Aduh, kenapa aku harus mengeluarkan suara bodoh sih?!

“Dibacanya ‘Cho’ bukan ‘Jo'” katanya. “Eh? Aah! ‘Cho’ ya!” aku mengintip lagi ke kertas itu. Masa sih dibacanya ‘Cho’? Memang ‘Jo’ dan ‘Cho’ mirip sih.. tapi… (( Jo=조, Cho=초))

“Bwahaha!” suara tawanya yang begitu tiba-tiba membuatku terkejut setengah mati. “Mian, aku bohong. Bacanya memang ‘Jo’ kok.” katanya.

“Jongin. Kim Jongin.”

Saat ia memperkenalkan dirinya padaku, rasanya ia sungguh-sungguh menawan.

Kim Jongin… Jongin-ssi.

Ia tersenyum lalu berbalik menuju pintu keluar. “Syukurlah, kau sudah sehat.” ucapnya.

Eoh?

Jongin-ssi melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan.

Dia ingat aku! Aku rasanya sangat bahagia.. kukira, dia tidak mengingatku.

Eh?!

Tunggu. Aku belum mengucapkan terima kasih padanya dan minta maaf atas perkataanku kemarin.

“Tu-tunggu dulu! Jongin-ssi!”

Aku berlari mengejar Jongin-ssi tapi tiba-tiba seseorang berjalan melewatiku dan tanpa sengaja aku menubruknya yang sedang menggenggam minuman kaleng.

Uwaaa! Minuman itu tumpah di blazer sekolah Kim Jongin!

“Ma-maafkan aku!!”

.

.

.

Author’s POV

Sruk. Sruk.

Suara gesekan sapu tangan pada blazer sekolah memenuhi keheningan yang tercipta antara Soojung dan Jongin. “Memang nodanya bisa hilang?” tanya Jongin yang duduk di samping Soojung. “Aku yang bayar ongkos laundrynya.” kata Soojung lemas, ia merasa sangat tidak enak hati atas apa yang terjadi beberapa menit yang lalu. “Tidak usah.” kata Jongin. “Apa kau ingin bicara sesuatu padaku?” tanya Jongin.

Soojung menolehkan kepalanya dengan wajah pucat pasi dengan air mata di sudut-sudut matanya. “Yaampun, mukamu..”

“Aku ingin minta maaf karena sudah berkata kasar waktu kejadian ruang rapat itu.” jelas Soojung. Kemudian mendadak suasana menjadi hening yang tidak nyaman bagi keduanya. Aduh, kok jadi begini? pikir Soojung.

Tingkah Soojung yang menurut Jongin lucu membuat Jongin tertawa kecil. Soojung melengkungkan bibirnya ke bawah. “Apa yang lucu?”

Tapi Jongin tetap tertawa dengan bersusah payah menahan tawanya. Setelah beberapa detik, ia baru bisa mengontrol tawanya. Jongin menoleh ke arah Soojung. “Nodanya sudah hilang?” tanya Jongin dengan suara pelan. Tapi tiba-tiba ia menangkap sesuatu di matanya.

“Jung… Soojung?”

Soojung terkejut tiba-tiba Jongin memanggil namanya. “Eoh?” Soojung menoleh. “Ini.” Jongin menunjuk map Soojung yang terdapat namanya di sana. “Ah.. iya.” kata Soojung.

Ia merasa sangat terkejut karena tiba-tiba Jongin memanggil namanya. Karena itu, Soojung merasa detakan jantungnya semakin tidak bisa dikendalikan. Wajahnya mulai memerah. Gawat… aku deg-degan terus… padahal dia hanya memanggil namaku, kata Soojung dalam hati.

Jongin menyadari perubahan Soojung sehingga ia memutuskan untuk menarik blazer nya dari tangan Soojung.

Gomawoyo. Nodanya sudah bersih. Aku akan gantung di kelas supaya kering.” kata Jongin. “Ah.. ok.” jawab Soojung. “Sudah dulu ya.”

Jongin hendak pergi dari tempat itu ketika Soojung memanggilnya kembali. “Ng.. itu… terima kasih atas pertolonganmu saat upacara penerimaan murid baru.” ucap Soojung. “Aku ingin bilang sejak lama. Mianhaeyo, baru sempat.” lanjutnya.

Jongin menoleh dengan senyumannya, “Ah, iya. Gwaenchanhayo.” kemudian ia pergi menyusuri lorong menjauhi Soojung.

Soojung berdiam di sana memandangi tubuh Jongin yang semakin menjauh. Entah kenapa, Soojung merasa, semua ini akan berakhir sampai di sini.

Dengan mengumpulkan keberaniannya yang tersisa, ia memanggil Jongin. “Jo-Jingin-ssi!” seru Soojung. Jongin menoleh dan seketika itu Soojung merasa agak menyesal memanggilnya namun dengan gugup ia mengatakan apa yang ingin ia tanyakan.

“Anu.. itu… aku… a-apa kau sudah punya pacar?” tanya Soojung dengan kegugupan maksimal. Jongin tidak menyangka Soojung akan menanyakan hal itu. Keheningan mengisi jarak di antara mereka berdua.

“Soojung-ssi.” panggil Jongin. “Kau benar-benar apa adanya, ya.” kata Jongin. “Jadi, aku akan jujur mengatakan bahwa…”

Jongin tersenyum kecil pada Soojung. “Aku tidak minat menjalin hubungan semacam itu dengan siapapun.” ketika Jongin melanjutkan, mimiknya tampak serius, membuat Soojung diam membeku di tempatnya.

Jongin berbalik dan akhirnya benar-benar meninggalkan tempat itu.

.

.

.

Soojung’s POV

Aku berjalan memasuki sekolah yang ramai oleh murid-murid lainnya. “Pagi, Jongin.”

“Pagi, Suhyun-ssi.”

“Pagi.”

Aku melihat Jongin yang sedang memasuki sekolah dan disapa banyak temannya.

“Aku tidak minat menjalin hubungan semacam itu dengan siapapun.”

Tiba-tiba kata-kata Jongin kemarin terngiang-ngian di benakku. Kenapa dia tidak mau pacaran? Apa itu artinya aku tidak bisa mendekatinya lagi?

Apa dia punya… kenangan buruk?

Aku sedang mengambil sesuatu di lokerku ketika tiba-tiba seseorang berbicara padaku.

“Bisa ikut kami sebentar?” tanyanya. Mereka bertiga. Dengan wajah yang jelas-jelas menunjukkan ketidaksukaannya padaku.

Aku dibawa mereka ke taman belakang sekolah. Sepertinya aku sedang dilabrak…

“Kemarin, kau menyatakan perasaanmu ke Jongin, ya?” tanya perempuan berambut panjang hitam. Itu dia, si perempuan sombong waktu itu.

Tapi, kok mereka bisa tahu ya?

“Kami yang sekelas dengannya saja pelan-pelan merencanakan dengan teliti supaya bisa mendekatinya! Sedang kau baru masuk 1 minggu, kan!”

“Maaf… aku keceplosan.”

“Kau yang dari kelas biasa ini mau melecehkan kami, ya?!” ia meletakkan tangannya di pinggangnya. Benar-benar membuat nyaliku menciut.

“Untungnya cintamu ditolak mentah-mentah, kan. Kau hanya menghalangi kami saja!” ia berkata itu dengan senyum judes yang terpasang di wajahnya.

Uwa.. ternyata berat juga ya jadi orang populer. Kalau memilih satu orang saja, pasti yang lain tidak akan rela itu terjadi.

“Hei! Dengar, tidak?!”

Aku terkejut ketika tiba-tiba dia menggebrak tangannya ke tembok di belakangku. “Kim Jongin bukan orang yang bisa didekati orang berkepala kosong seperti kalian! Paham?!”

Hiiiyy, matanya… dia terlihat benar-benar marah. Dia serius!

“Kau.. dan Jongin, hidup di dunia berbeda! Tidak akan cocok satu sama lain!” teriaknya.

“Apanya yang berbeda?”

Kami semua menoleh dan mendapati Jongin yang sedang berada di jendela. “Dia, aku dan kau, Haeryung-ssi. Apa yang berbeda?”

“Aku sama sekali tidak merasa duniaku dan dunianya berbeda, kok.” kata Jongin dengan suara dan wajah yang sangat serius. Membuatku mau tak mau terpesona dengan keindahannya.

Mereka bertiga tampak pucat dan akhirnya kabur meninggakkanku yang masih menatap Jongin.

Jongin balas menatapku sebentar sebelum akhirnya berbalik dan pergi dari jendela.

Saat itu aku baru menyadari satu hal. Ternyata.. aku benar-benar menyukainya.

Dan aku ingin… dia menyukaiku juga.

Maka dari itu aku sudah memutuskan dengan tekad bulat. Aku mengejar Jongin yang sedang berjalan di lorong sekolah. Jongin menoleh menyadari keberadaanku. “Soojung-ssi?” tanya Jongin.

Dengan suara ngos-ngosan aku bertanya padanya. “Ba-bagaimana kalau kita mencobanya?”

Dia tampak kebingungan. “Mencoba apa?”

“Walaupun kau sama sekali tidak tertarik pacaran dengan siapapun, tapi mungkin kau akan menemukan hal menyenangkan bila mencobanya. Aku akan berusaha keras membuatmu menyukaiku.”

“Maksudmu… percobaan pacaran?” tanya Jongin.

Aku menunduk menahan malu. Aiih, pasti wajahku sudah sangat merah. Apa aku terlalu memaksa?

Jongin meletakkan tangannya di dagu, berpikir kurasa.

“Usulmu seru juga.”

Eoh?

Aku mengadahkan kepalaku melihatnya. Ia mendekati wajahnya padaku. “Tapi, kau sama sekali belum mengenalku dengan baik. Yakin mau pacaran denganku?” tanyanya dengan senyum yang benar-benar mempesona. Dengan yakin aku membalas, “Iya! Aku yakin!”

Kemudian pada saat orientasi, satu minggu setelah kejadian itu, aku baru benar-benar mengerti perkataannya saat itu.

Aku melihat tanganku yang dicoret Jongin. “Ada apa?” tanya Jongin. “Tidak.” kataku kesal. Ya, bagaimana tidak? Dia sangat senang menjahiliku. Kesaaal! Tapi… senang juga sih.

“Kita ciuman, yuk?”

Hah?! Pertanyaan macam apa itu?

“Sekarang, hanya tinggal kita berdua.” kata Jongin lagi.

Huh!!

“Aku tidak akan tertipu lagi!” kataku lalu berbalik.

Pertama, dia sengaja membawaku ke taman yang digosipkan itu. Kedua, dia tahu gosip bahwa pasangan yang tidak ciuman di sana akan berpisah. Ketiga, dia menikmati melihat reaksi panikku menghadapi situasi itu. Dia ini… suka mempermainkan orang.

Tiba-tiba Jongin menyentuh bahuku, membuatku kaget setengah mati.

“Hahahaha!” Jongin tertawa melihat reaksiku. Aku kena lagi deh!

Tapi, aku terlanjur menyukainya…

“Ayo kita kembali.” ajaknya dengan senyum itu.

Uggh, senyumnya….

Aku sama sekali tidak menyangka akan banyak kejadian semacam ini lagi ke depannya.

.

.

.

Satu minggu berlalu sejak kami memutuskan menjalani masa percobaan pacaran ini. Dengan semua yang telah terjadi saat orientasi, aku masih melanjutkan perjuanganku agar Jongin menyukaiku.

“Kita.. jalan pulang bareng sampai stasiun, yuk?” ajakku dengan perasaan deg-degan seperti biasa. “Ah, maaf. Aku sudah ada janji.” jawab Jongin. Seketika perasaan kecewa memukulku. “Hahaha. Dengan orang itu!” aku mengikuti tangan Jongin yang menunjuk seseorang.

Eoh? Pak guru?

“Kelas khusus masih ada tambahan pelajaran satu jam lagi.” kata Jongin. “Ooh, begitu, ya.” ucapku sambil menunduk. Aku ingin menunggunya… Boleh nggak ya…

“Ada buku yang ingin kupinjam dari perpustakaan. Tapi perpustakaan pasti sudah tutup begitu kelasku selesai.” katanya dengan tangan yang memegang dagu dan mata yang mengarah ke tempat lain. “Eoh?” aku langsung menengadahkan kepalaku. “Kalau begitu, biar aku yang meminjamkannya untukmu!” usulku bahagia. “Ok, terima kasih.” jawabnya dengan senyum yang benar-benar membuatku seakan meleleh. “Sama-sama!”

Akhirnya kami bisa pulang bersama!

“Besok pagi, bisa kau berikan bukunya padaku, kan?”

EEHH?!!

Seketika kurasakan hawa-hawa suram yang mengelilingi diriku. Ah.. aku ingin sekali pulang bersama Kim Jongin…

“Ahahaha!”

Aku langsung melihat Jongin heran. Kenapa dia tertawa??

“Aku bercanda. Tunggu aku di perpustakaan, ya.” kata Jongin disela-sela tawanya.

 

 

Uh… Aku dikerjain lagi. Ternyata perpustakaannya masih buka sampai kelasnya selesai. Dia pasti tahu soal ini. Tapi senyum iseng di wajahnya itu lho… Aku tidak bisa membencinya. Malahan suka.

Aku menyusuri rak-rak berisi buku yang aku sama sekali tidak tertarik.

“Ah, ketemu!” gumamku pelan sambil mengambil buku yang ingin dipinjam Jongin. Uwaa, bacaannya berat, nih. Dia suka novel sejarah, ya? Kupikir-pikir, aku belum tahu apa-apa tentang Kim Jongin. Ulang tahunnya, kesukaannya… Aku ingin lebih mengenalnya.

“Profil?” tanya Jongin. “Iya, saling tukar info supaya kita bisa lebih saling kenal.” kataku sambil menyodorkan kertas yang berisi profilku. “Aku sudah mengisi profilku.” kataku. “Wah, Soojung-ssi suka novel misteri?” tanya Jongin dengan nada terkejut. “Eh? Iya, sih…”

Hehehe, aku ingin terlihat pintar…

“Baca karyanya siapa? Edogawa Ranpo? Agatha Christie?” tanya Jongin.

Eh, siapa mereka… masa bodoh lah!

“Iya! Aku suka conan dan profesor Agasa!” jawabku. Agak tidak percaya diri sih, tapi ya sudahlah!

Jongin hanya diam sambil tersenyum. Sepertinya dia tahu kalau aku hanya berpura-pura suka…

“Saat misterinya perlahan terkuak, seru, kan!” seru Jongin. Kami sedang berjalan menyusuri jalan yang sepi menuju stasiun kereta.

“Iya! Benar sekali!” jawabku gugup. “Berarti, kalau kita isi profil ini di awal, malah jadi tidak seru, kan?” tanya Jongin. Eh……….

“Bagaimana kalau dibiarkan terkuak satu demi satu saja?” tanya Jongin dengan senyum yang seakan mengintimidasiku.

Orang ini benar-benar suka sekali mempermainkan!

.

.

.

 

“Jahaaat! Padahal aku ingin tahu ulang tahunnya!” teriakku di depan Jiyoung. “Kau benar-benar dikerjai. Haha!” kata Jiyoung yang sedang duduk di depanku. “Aku punya narasumber handal, lho.” kata-kata Jiyoung membuatku seakan diangkat ke tempat yang dipenuhi bintang. “Benarkah??” tanyaku senang. “Yak, Taehyun!”

Seseorang yang dipanggil Taehyun itu menoleh ketika sedang tertawa dengan teman-temannya. “Ada apa? Jiyoungie mau mengajakku kencan?” tanya Taehyun saat sudah mendekat pada kami. “Bukan itu, paboya! Haha!” seru Jiyoung.

“Kau satu SMP dengan Kim Jongin, kan?” tanya Jiyoung. “Ooh, Jongin.”

“Eh, begitu ya?” tanyaku. “Apa Jongin-ssi punya pacar waktu SMP?” tanyaku. Agak sedikit khawatir sih dengan jawaban Taehyun. “EEEH??! Ternyata Soojungie suka Kim Jongin???!! Padahal kau manis, lho!” Taehyun meletakkan kedua tangannya di kepala seolah itu merupakan kesalahan.

Hah? Ada apa sih dengan orang ini??

Nggak usah gombal, deh!” seru Jiyoung kesal.

“Kau tahu sesuatu tentang Kim Jongin?” tanyaku. “Aku bisa dapat data yang SMP.” jawab Taehyun.

Okay! Berhasil!” seru Jiyoung sambil menjentikkan jarinya. Waah! Akhirnya aku bisa tahu informasi tentang Jongin!

“Tunggu sebentar. Aku akan tanya teman SMPku dulu.” kata Taehyun sambil melihat ponselnya.

Eh? Apa ini?

“Dulu di antara anak-anak perempuan di SMPku, beredar profil Jongin yang katanya didapat dari dia sendiri.” kata Taehyun. “Si Jongin juga populer waktu SMP.” lanjutnya.

Rasanya ini tidak benar.

“Beredar? Ke semua orang?” tanyaku. “Yap. Sepertinya ada yang menaruh profilnya di website.” jawab Taehyun.

“Boleh minta nomor ponselmu? Nanti aku kirim datanya lewat sms.” kata Taehyun lagi. “Ma, maaf. Tidak jadi, deh.” kataku. “Lho?!

Setelah itu Taehyun pergi dari mejaku dan Jiyoung dengan omel-omelan kesal keluar dari mulutnya.

“Bukannya kau ingin tahu dia punya mantan pacar atau tidak?” tanya Jiyoung. “Iya, sih. Tapi, aku ingin dengar langsung dari orangnya.” kataku.

Aku tidak mau tahu tentang dirinya dari informasi yang disebarkan seperti itu. Lebih baik aku tunggu jawaban dari Jongin saja.

 

Stasius kereta tampak ramai seperti biasa. Aku memandang kertas berisikan pertanyaan-pertanyaan yang ingin kutanyakan mengenai profil Jongin. Pertanyaan-pertanyaan ini pasti akan dijawab.

“Apa itu? Kok masih kosong?” tanya Jongin. Aku diam sambil menatapnya kesal. Dia jelas-jelas tahu apa ini!

“Aku jawab satu deh!” kata Jongin membuatku tiba-tiba sangat-sangat bahagia. Pasti wajahku sekarang sudah bersinar bahagia! Aduuh! Jongin tersenyum seperti itu lagi! Aku jadi terpesona nih!

Ting tong ting tong

“Kereta di jalur satu memasuki stasiun.”

Eh?

“Sayang keretaku sudah tiba tuh.” kata Jongin sambil tersenyum-tidak-tahu. “Sudah dulu ya.”

“EEEHHH?!!”

Jongin berbalik dan berjalan menuju pintu kereta yang sudah terbuka. Lho.. kok..

Jongin berbalik lalu tersenyum, “Sampai besok!”

Aku cemberut, rasanya ingin menangis saja. Ahhh… Jongin…

Jongin tersenyum lalu mengacak-acak rambutku. “Tidak usah pasang wajah begitu, dong.”

Hah….

Jongin tertawa lalu melepaskan tangannya dari kepalaku. Tiba-tiba keinginan itu muncul, jadi aku mengutarakannya langsung tanpa berpikir dua kali.

“Ah, aku… bolehkah aku mengantarmu pulang?” tanyaku. Jongin tampak terkejut tapi aku benar-benar ingin bersamanya lebih lama lagi!

“Supaya kita bisa bersama sedikit lebih lama!” kataku. Hening sejenak. Ah.. mungkin dia menganggapku perempuan pemaksa…

“Haha, Soojung-ssi, kau aneh sekali.”

APAAA??? ANEEHH?? TUHKAN, TAMATLAH AKU….

“Harusnya aku yang mengantarmu pulang! Hahaha.” entahlah, rasanya saat ia tertawa seperti itu.. mungkin aku ternyata sedang berhadapan dengan malaikat…

“Kereta di jalur 2…”

“Nah, itu keretanya! Ayo!” dengan begitu, ia menggapai tanganku dan kami berdua sama-sama lari menuju kereta.

I-Ini….. tidak mungkin! Jo-Jongin memegang tanganku!

“Kenapa mukamu begitu?” tanya Jongin sambil tertawa kecil.

Ah.. Aku seperti hampir mati. Wajahku pasti sudah semerah tomat. Bergandengan seperti ini di dalam kereta….. Haaah~

.

“Wah! Aku baru kali ini turun di stasiun ini. Di depan stasiun ada pertokoan.” kata Jongin sambil terpukau dengan keadaan stasiun. Ah, bagaimana ini… Tangannya… Tangannya… Aku ingin bergandengan tangan sekali lagi!

Kami terus berjalan sampai tak terasa sudah sampai di depan rumahku. “Wah, rumahmu dekat!” seru Jongin. Sial! Kenapa cepat sekali sampai?

“Daah!”

“Iya, gomawoyo.”

“Oh ya, jawaban untukmu?” tanya Jongin. Hah? “Jawaban apa?” tanyaku bingung walau masih ada senyuman di bibirku. “Ups!” Jongin langsung menutup mulutnya. Kenapa sih dia?

“Ya sudahlah. Lain kali saja.” kata Jongin lalu ia melambaikan tangannya dengan senyuman menawan itu dan pergi menjauh.

Jawaban? Jawaban apa ya? Jawaban…. AAAAH! IYA!! AKU INGAT!!! PROFIL KIM JONGIN!!

Aku hanya terpikir berpegangan tangan dengannya saja sih….. Andwae… :”

.

.

.

“Jadi, kau belum tanya ulang tahunnya?” tanya Jiyoung padaku. Aku hanya diam sambil bersandar pada jendela. Huh… tapi kemarin kami bergandengan tangan… Yah walaupun cuma sebentar.

“Kau pacaran dengan Kim Jongin, tapi tidak tahu apa-apa tentang dia?!” tiba-tiba seseorang datang membuatku dan Jiyoung terkejut. “Tidak tahu makanan kesukaannya, dong. Padahal sebentar lagi dia ulang tahun lho.” ujarnya sambil melenggang pergi. Ah, mereka lagi, si perempuan sombong dan teman-teman kelas khususnya!

Tapi, ulang tahunnya sebentah lagi? Kok mereka tahu?!

 

“Jung-ah!” aku menoleh dan menemukan Sohyun sedang berlari ke arahku dan Jiyoung. “Ada berita penting!”

Wae?”

“Tadaaa!” Sohyun menunjukkan ponselnya yang terdapat banyak sekali huruf. “Lihat, ini profilnya Kim Jongin!” seru Sohyun. “Aku terima SMS ini dari anak-anak klubku. Keren, kan!”

Eh…

“SMS?” tanya Jiyoung. “Dapat dari Taehyun?” tanyaku. “Entahlah, anak-anak klubku cuma bilang ini dari laki-laki yang satu SMP dengan Kim Jongin.” ujar Sohyun. “Katanya dia memberikan SMS ini karena ingin mengumpulkan nomor ponsel anak-anak perempuan.” lanjutnya.

Ah, ini tidak benar.

“Sepertinya memang Taehyun. Pasti, deh!” seru Jiyoung setelah melihat profil itu lebih jelas. “Aku akan tanyakan padanya!”

Aku berlari menyusuri lorong sambil mencari Taehyun. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau benar Taehyun yang menyebarkannya, aku harus memintanya menghentikannya!

 

Author’s POV

Lho? Soojungie? Kenapa? Mau profil Kim Jongin juga? Beritahu aku nomor ponselmu.” kata Taehyun sambil memegang ponselnya. “Ternyata kau yang menyebarkan profil Jongin-ssi! Tolong hentikan!” seru Soojung. “Lho? Bukannya kau yang pertama kali menginginkannya?” tanya Taehyun bingung.

Soojung menundukkan kepalanya. “Iya.. Tapi aku tidak mau tahu informasi tentang dirinya dengan cara sembunyi-sembunyi seperti ini.” kata Soojung pelan. “Haah.. Aku hanya memakai informasi yang sudah pernah beredar, kok. Lagipula para anak perempuan sudah saling menyebarkannya, kan.” kata Taehyun sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Soojung lebih menundukkan kepalanya lagi. “Tolong! Kumohon.” kata Soojung sambil memejamkan mata. Ada jeda beberapa detik sampai Taehyun akhirnya membalas. “Soojungie. Kau memang manis.”

Soojung langsung mengangkat kepalanya. “Hah?”

“Oke, akan kuturuti maumu, asal kau beritahukan nomor ponselmu padaku.”

“Kau tidak rugi apa-apa, kan? Kemarikan ponselmu, aku simpan datanya.” tiba-tiba saja Taehyun memegang tangan Soojung dan menariknya secara paksa. “Ayo cepat keluarkan!” seru Taehyun dengan senyuman yang membuat Soojung panik.

Lho? Lho? Bagaimana ini??

Soojung memejamkan matanya, sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukan Taehyun. Namun, tiba-tiba Soojung merasakan seseorang memegang tangannya. Soojung membuka mata perlahan dan menemukan Jongin berdiri di depannya. Ia melepaskan tangan Taehyun yang menggenggam tangan Soojung. “Jangan beritahukan padanya.” kata Jongin pada Soojung.

Pipi Soojung memerah. Jongin.. menyelamatkanku!

“Profil itu hanya omong kosong saja. Aku menjawabnya asal-asalan.” kata Jongin lagi pada Soojung tapi tangannya menekan keras tangan Taehyun, membuatnya mengaduh kesakitan.

Taehyun akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari cengkraman Jongin. “Apa-apaan sih? Kau!”

“Sebarkan saja profil itu. Aku tidak keberatan, kok.” ucap Jongin sambil tersenyum. “Tapi jangan ganggu gadis ini!” ia menarik Soojung mendekat. “Aku sudah pesan duluan.”

Jo-Jongin merangkulku! Jongin menoleh pada Soojung dan tersenyum seperti malaikat. Rasanya banyak cahaya-cahaya yang berkilauan di sekitar wajah Jongin.

A-aduh aduuuh bagaimana ini! Kenapa Jongin tidak segera mengalihkan pandangannya? Aduuh Jongin! Aku deg-degan tahu!

Yaaak!! Tunggu!!” seru Taehyun memecah suasana yang tercipta antara Soojung dan Jongin. Taehyun tiba-tiba saja mencengkram kerah baju Jongin. “Aku yang lebih dulu ngobrol dengan Soojungie! Jangan main serobot, dong!” seru Taehyun kesal. Jongin hanya memasang wajah datarnya dan tiba-tiba saja kakinya menendang tulang kering Taehyun.

“AARRRRGGHHH!!!!!” Taehyun mengaduh kesakitan sambil mengangkat kakinya yang tadi ditendang. Ia meloncat-loncat seperti cacing kepanasan dan tiba-tiba….

BRAAK!!

Ia menyenggol deretan tong sampah sehingga isinya berhamburan kemana-mana. Soojung dan Jongin menatap sampah-sampah terpaku.

Waah~ Daebak~ kkkkk~

YAAAAAKKK!!!

O-ow. Park seonsaengnim datang!

“Apa yang kau lakukan, hah?!” serunya pada Jongin. “Maaf, saem. Aku sudah berusaha menghentikannya, tapi sepertinya Taehyun kesal sekali.” ujar Jongin dengan raut wajah prihatin.

Wajah Taehyun memucat, dengan kesal ia berkata ‘APA?!’ tanpa suara. “Taehyun! Ternyata kau ya!!” seru Park seonsaengnim kesal. “Bu-bukan.. dia yang menendangku terus—”

“JANGAN BANYAK ALASAN! BERSIHKAN SEKARANG JUGA!”

Jongin tersenyum geli lalu menarik Soojung. “Ayo kabur selagi bisa.” katanya. Soojung menatap Jongin tak percaya. Ternyata dia benar-benar diluar dugaan Soojung.

“Awas kau, Kim Jongin!” seru Taehyun dari jauh. Sementara Jongin hanya bersenandung riang.

Mereka terus berjalan tanpa suara hingga Jongin tiba-tiba memanggil Soojung. “Soojung-ssi.” Soojung menoleh. “Pertanyaanmu belum terjawab satupun, ya?” tanyannya. Soojung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Eh… Iya.” jawab Soojung tersipu-sipu. “Aku akan jawab dengan jujur.” Jongin menoleh pada Soojung sambil tersenyum tipis.

Eoh?

“Daripada kau terjebak si tukang tipu lagi.” katanya. Haha, pasti maksudnya Taehyun. Padahal kau juga menipuku, Kim Jongin!

“Apa yang ingin kau ketahui dariku?” tanyanya. “Akan kujawab semua pertanyaanmu.”

Soojung berpikir sejenak sebelum akhirnya bertanya. “Hari ulang tahunmu.. kapan?” tanyanya. “30 November.”

“Tinggi badan?”

“183.”

“Makanan kesukaan?”

Sepanjang pertanyaan yang dilontarkan Soojung, mereka berdua semakin mendekat satu sama lain.

“Beef stew.”

Jongin menyentuh jari kelingking Soojung dengan telunjuknya lalu menggenggamnya sambil terus berjalan menyusuri lorong.

“Kuulangi dulu.” kata Soojung. “Silakan.”

Soojung menundukkan kepalanya menatap langkah-langkah kaki mereka.

Tangannya lebih dingin dari tanganku. Jarinya kokoh, panjang, besar sekali. Semoga saja aku bisa terus mengenal Kim Jongin dengan cara seperti ini. Bertanya, sambil bersentuhan.

“Itu saja? Tidak ada lagi yang lain?” tanya Jongin sambil menoleh pada Soojung. “Ah! Waktu SMP dulu, apa kau…”

“Hm?”

Soojung menggeleng sambil tersenyum. Ia tadinya ingin bertanya apakah dulu Jongin memiliki pacar atau tidak. Tapi Soojung terlalu takut untuk mengetahui kenyataannya. Jadi ia memutuskan untuk bertanya lain kali saja.

Sementara itu, Taehyun yang sedang memungut sampah-sampah yang berhamburan mengomel-omel sendiri. “Apa-apaan si Jongin itu?! Soojungie sudah dipesan? Huh!”

Tiba-tiba ia tersadar. “Dipesan?” ia menengadahkan kepalanya ke atas. “Kalau hanya dipesan, aku masih punya kesempatan, dong?”

.

.

.

“Hari ini, kita bisa pulang sama-sama kan?” tanya Soojung sambil memegang tali tasnya erat. “Ah. Aku ada les.” ujar Jongin. Soojung merasakan hawa-hawa tidak enak menyelubunginya. “Ooh, gi-gitu ya?” ia merasa sedih karena tidak bisa pulang bersama.

“Hahaha! Tempat lesnya searah dengan rumahmu, kok.”

Soojung langsung mengangkat wajahnya. Matanya berbinar-binar senang.

.

“I-ini takdir??”

Soojung dan Jongin sedang berada di kereta menuju stasiun dekat rumah Soojung. Ia merasakan seolah-olah kereta itu dipenuhi dengan berbagai macam bunga-bunga dengan cahaya yang berkilauan.

“Soojung-ssi.” panggil Jongin. Soojung segera menoleh masih dengan mata berbinarnya. “Ya?”

“Masa percobaan ini, kapan batas waktunya?” tanya Jongin. Seketika itu, bunga-bunga yang tumbuh langsung layu sementara cahaya-cahaya kesuraman mengitari Soojung.

 

Ba-batas waktu?!

 

To be continued

 

Yeeeyy selesai juga part 2nya kekekek~ Semoga kalian suka yaa 😀 Jangan lupa komen dan votenya readers! 🙂 Btw itu ultahnya Jongin ceritanya tanggal segitu ya di sini soalnya ntar ada ttg ultahnya Jongin kalo diganti ribet~.~ kkkk Makasih banyak yg mau baca!~

 

Leave a comment